Minggu, 25 April 2010

PEMBEBANAN LATIHAN

DALAM PEMBINAAN PRESTASI OLAHRAGA
Oleh:
Prof. Dr. Syafruddin, M.Pd

A. Rasional

Prestasi puncak (Top Performance) seorang atlet diraih melalui suatu proses latihan yang panjang yang dilakukan secara terprogram, sistematis, terarah dan berkesinambungan sesuai dengan olahraganya. Proses latihan merupakan rangkaian kegiatan fisik dan psikis (mental) yang dilakukan oleh atlet di bawah bimbingan pelatih untuk tujuan meningkatkan dan mempertahankan prestasi atlet. Hal ini berarti bahwa kualitas pelatih sangat menentukan keberhasilan proses latihan atlet.

Pelatih yang berkualitas adalah pelatih yang memiliki kemampuan melatih yang ditentukan oleh tingkat pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya sesuai dengan cabang olahraga yang dibinanya. Melatih tidak hanya cukup dengan mengandalkan keterampilan saja, akan tetapi harus didukung oleh pengetahuan khususnya pengetahuan kepelatihan dan begitupun sebaliknya. Oleh karena itu yang ideal adalah penggabungan keduanya.

Pengetahuan kepelatihan yang harus dikuasai pelatih sekurang-kurangnya mencakup pengetahuan tentang potensi atlet, latihan (training) dan kompetisi. Salah aspek mendasar yang berkaitan dengan pengetahuan latihan yang harus dikuasai oleh para pelatih adalah pengetahuan tentang pembebanan latihan (trainingsload). Diharuskan karena pembebanan latihan merupakan aspek terpenting dalam latihan yang menentukan keberhasilan latihan yang dilakukan, atau dengan kata lain, berhasil atau meningkat tidaknya komponen/unsur yang dilatih sangat ditentukan oleh fakor pembenanan ini. Oleh karena begitu pentingnya faktor ini, maka setiap pelatih maupun atlet harus memahaminya. Sebenarnya pengetahuan ini tidak hanya untuk pelatih dan atlet, tetapi perlu bagi semua orang yang melakukan latihan olahraga dalam rangka meningkatkan kualitas atau kemampuan fisiknya.

Dalam pembinaan prestasi olahraga khususnya, masih banyak ditemukan pelatih yang tidak memahami faktor pembenanan latihan ini dengan jelas. Berdasarkan pengalaman dan keterlibatan penulis di KONI daerah Propinsi Sumatera Barat mengamati langsung persiapan menghadapi PON, terlihat bahwa banyak pelatih yang tidak memahami dengan jelas bagaimana mengatur (mendosis) beban latihan yang diberikan kepada atlet secara tepat (efektif) sesuai dengan tujuan/sasaran latihan. Masih banyak pelatih yang memberikan latihan tanpa pengaturan (dosis) beban yang jelas. Misalnya, latihan untuk meningkatkan kemampuan power otot diberikan dengan pembebanan kekuatan maksimal atau dengan pembebanan dayatahan otot (muscle endurance). Selain itu, latihan yang seharusnya untuk meningkatkan kemampuan dayatahan anerobik dilatih dengan pembebanan latihan dayatahan erobik atau sebaliknya. Masih banyak lagi bentuk-bentuk kesalahan pengaturan beban latihan lainnya untuk tujuan yang berbeda. Dari pengamatan penulis terkesan bahwa mereka belum memahami sebenarnya mana yang dikatakan intensitas, mana volume, mana interval dan lain sebagainya. Penulis berkeyakinan bahwa kondisi yang sama juga terdapat di daerah lain dan tidak tertutup kemungkinan juga ditemukan dalam pembinaan prestasi tingkat nasional.

Mungkin saja secara teroretis mereka memahami istilah-istilah pembebanan latihan tersebut, karena mereka pada umumnya telah memiliki sertifikat pelatih nasional. Artinya, mereka layak dan dapat dipercaya menjadi pelatih suatu cabang olahraga tertentu. Namun secara aplikatif di lapangan mereka banyak mengalami kesulitan, karena aplikasi pengaturan beban latihan yang diberikan kepada atlet menuntut pemahaman komprehensif terhadap berbagai aspek latihan lainnya seperti pemahaman tentang aspek yang dilatih, materi latihan, metode latihan, aspek fisiologi latihan dan lain sebagainya.

Pemberian beban latihan yang salah atau kurang tepat kepada atlet dapat berakibat tidak meningkatnya prestasi atlet, bahkan bisa lebih fatal lagi terjadi over training yang dapat menurunkan prestasi atlet. Oleh karena itu kesalahan pemberian dan pengaturan beban latihan harus dihindari oleh para pelatih maupun atlet. Kesalahan pembebanan latihan tidak hanya berimplikasi terhadap prestasi, tetapi juga berimplikasi terhadap aspek lainnya seperti pemborosan tenaga, waktu dan lain-lain.

Dalam kaitan itu, tulisan ini mencoba menjelaskan secara sistematis tentang arti dan jenis beban latihan, karakteristik atau ciri-ciri beban latihan. Diharapkan tulisan ini ada manfaatnya bagi pembinaan prestasi olahraga di tanah air umumnya dan khususnya para pelatih dan atlet untuk mengoptimalkan proses latihannya.


B. Arti Beban Latihan dan Jenisnya

Beban latihan (Trainingsbelastung) adalah bentuk karakteristik tuntutan yang diberikan kepada atlet dalam latihan (Rothig at.al, 1983). Sementara Letzelter (1978) mendefinisikan beban latihan sebagai seluruh efek latihan yang terjadi karena rangsangan luar dan rangsangan dalam. Dari kedua pendapat ini dapat dijelaskan bahwa beban latihan merupakan segala bentuk tuntutan dan rangsangan yang diberikan kepada atlet dalam latihan yang dapat menimbulkan efek latihan (Trainingseffects). Tuntutan dan rangsangan yang dimaksud bisa dalam bentuk tuntutan dan rangsangan fisik dan bisa juga dalam bentuk rangsangan psikis (mental). Dalam bentuk fisik misalnya melakukan bentuk-bentuk latihan, baik dengan menggunakan beban tambahan seperti barbell, dumble atau beban tubuh sendiri seperti lari, loncat dan lain sebagainya. Sedangkan dalam bentuk tuntutan psikis adalah segala sesuatu yang bersifat non fisik yang dapat dapat mempengaruhi atlet secara psikologis seperti beban fikiran, beban perasaan, stress dan lain sebagainya.

Beban latihan dapat dibedakan atas beban luar dan beban dalam di satu sisi, dan beban fisik dan beban psikis di lain sisi. Namun yang lebih populer dibahas dalam teori training adalah pengelompokkan yang pertama yaitu beban luar (outer loads) dan beban dalam (inner loads), meskipun pada prinsipnya cukup sulit membedakan antara keduanya. Beban luar ditentukan oleh bentuk-bentuk latihan yang berkaitan dengan intensitas, volume, interval, durasi dan frekuensi beban (Rothig & Grossing, 1985). Kelima faktor inilah yang merupakan karakteristik atau ciri pembebanan latihan yang akan dijelaskan pada bagian berikutnya. Beban luar dapat merangsang timbulnya beban dalam, yang diartikan sebagai efek-efek pembebanan terhadap atlet dalam bentuk perubahan-perubahan fungsi organisme tubuh. Perubahan-perubahan fungsi tersebut terjadi secara fisiologis, morphologis dan biokemis.

Jonath dan Krempel (1981) mengemukakan bahwa beban dalam tergantung dari keadaan fisik dan psikis, fasilitas dan alat, kondisi iklim dan cuaca, pasangan latihan, sikap, faktor sosial. Dapat dikemukakan bahwa semakin baik kemampuan adaptasi atlet terhadap pembebanan, fasilitas latihan dan pertandingan, terhadap iklim dan cuaca, maka makin baik pula kemampuan beban dalam atlet.

Beban dalam pada prinsipnya ditimbulkan oleh beban luar yang membawa perubahan-perubahan secara psikologis dan fisiologis. Salah satu indikator perubahan akibat pengaruh beban luar terhadap beban dalam adalah terjadinya perubahan denyut nadi. Peningkatan denyut nadi tidak hanya disebabkan oleh pembebanan secara fisik, tetapi juga disebabkan beban psikis.


C. Karakteristik (Ciri) Beban Latihan

Dari beberapa literatur yang penulis baca, ada beberapa istilah yang digunakan untuk karakteristik beban latihan ini. Bompa (1983), dalam bukunya “Theory and Methodology of Training “ menyebutnya The Component of Training. Pada bukunya yang lain “Periodization” disebutnya Variabel of Training (Bompa, 1999). Dari kedua buku Bompa ini tidak terlihat penggunaan kata beban latihan (Trainingsload), akan tetapi membicarakan tentang intensitas, volume, densitas, kompleksitas, durasi, jarak, repetisi dan frekuensi. Selain itu Bompa tidak konsisten menggunakan istilah, meskipun yang dibahas hampir sama. Sementara pada literatur Jerman yang banyak penulis gunakan sebagai rujukan, karakteristik atau ciri beban latihan disebutnya “Belastungsnormative” (Norma atau Aturan Pembebanan) dan mereka konsistensi menggunakan istilah tersebut, meskipun ditulis oleh orang yang berbeda.

Terlepas dari perbedaan penggunaan istilah tersebut, penulis menggunakan istilah yang berbeda dari semuanya itu, karena penulis beranggapan bahwa untuk memahami hakikat beban latihan perlu penggunaan istilah yang mudah dimengerti (komunikatif). Oleh karena itu penulis akan selalu menggunakan istilah Ciri-Ciri Beban Latihan dalam pembahasan-pembahasan selanjutnya.

Ciri-ciri beban latihan menurut Letzelter (1978) terdiri dari; 1) intensitas beban, 2) volume beban, 3) interval beban, 4) durasi atau lama beban, dan 5) frekuensi beban. Kelima ciri ini pada prinsipnya saling berkaitan satu sama lain dan itulah yang merupakan inti pemahaman tentang pembebanan latihan. Selain itu tidak semua ciri ditemukan pada setiap pembebanan latihan, karena kadangkala pada suatu pembebanan ditemukan ciri yang sama.


1. Intensitas beban

Intensitas beban diartikan dengan tinggi rendahnya atau kuatnya beban atau rangsang (stimulus). Intensitas beban menunjukkan kuatnya beban selama pelaksanaan suatu latihan dalam satuan waktu. Menurut Rothig dan Grossing (1985), secara kuantitatif intensitas beban dapat ditentukan berdasarkan indikator-indikator:

a. Kecepatan dalam meter / detik

b. Frekuensi gerakan

c. Berat beban yang diangkat/degerakkan

d. Tinggi atau jauhnya lompatan

e. Tempo permainan/pertandingan (dalam cabang olahraga permainan).

Bompa (1983), mengatakan bahwa tingkat intensitas dapat diukur sesuai dengan tipe atau bentuk latihan. Untuk latihan kecepatan diukur dalam meter/detik dari pelaksanaan suatu gerakan, sedangkan intensitas aktivitas mengatasi beban dapat diukur dalam kilogram (kg), sementara untuk olahraga tim berdasarkan irama atau tempo permainan.

Di samping itu, secara kualitatif intensitas beban juga dapat ditentukan berdasarkan frekuensi denyut nadi dan prosentase dari kemampuan maksimal yang dimiliki. Dalam kaitan ini Martin (1977) mengemukakan 5 (lima) tingkatan intensitas sebagai berikut:


Tabel : Tingkatan Intensitas (Martin, 1977).

Tingkatan Intnesitas

Prosentase dari Kemampuan Maksimal

Frekuensi Denyut Nadi Permenit

Rendah Sekali

Rendah

Sedang

Submaksimal

Maksimal

30 –50 %

50 – 60 %

60 – 75 %

75 – 85 %

85 – 100 %

130– 140kali/menit

140 – 150

150 – 165

165 – 180

180 ke atas


Menurut Hollmann dalam Letzelter (1978), daerah pengaruh (efek) intensitas beban tergantung dari tingkat kemampuan. Untuk pemula intensitas beban dalam latihan kekuatan maksimal cukup 30 %, tetapi bagi atlet berprestasi tinggi (top atlet) intensitas di bawah 70 % tidak akan menghasilkan peningkatan prestasi. Selain itu dikemukakannya, pada lari jarak jauh, intensitas beban atau rangsang harus mencapai minimal frekuensi denyut nadi 130 kali / menit.

Bila intensitas beban kecil atau berada sedikit di atas ambang rangsang, maka efek latihan terjadi lambat, tapi mendasar. Hal ini terutama disebabkan oleh volume yang besar. Sebaliknya, intensitas beban yang tinggi membawa kesuatu peningkatan prestasi yang cepat, tetapi labil. Intensitas beban latihan yang tinggi perlu dalam latihan kekuatan dan kecepatan, intensitas sedang dan rendah perlu dalam latihan dayatahan. Bila terjadi kombinasi kemampuan seperti dayatahan kekuatan (strength endurance) atau dayatahan kecepatan (speed endurance), maka intensitas beban berada di tengah (sedang).


2. Volume Beban

Volume beban menurut Rothig dan Grossing (1985) menunjukkan jumlah isi/materi latihan secara kuantitatif yang dapat dipantau melalui indikator sebagai berikut:

a. Jumlah pengulangan

b. Jumlah jarak yang ditempuh

c. Jumlah beban yang diangkat

d. Jumlah waktu yang digunakan.

Bompa (1999) mengemukakan bahwa volume terdiri dari durasi, jarak (dinstance) dan repetisi. Pada latihan lari jarak jauh, yang dikatakan volume beban adalah jarak yang ditempuh dan dinyatakan dalam kilometer (km) dan meter. Pada latihan yang menggunakan metode interval, volume beban adalah produk dari frekuensi dan lama atau durasi beban dan dinyatakan dalam km atau dalam satuan waktu (menit, detik, jam).

Pada latihan kekuatan dinyatakan dalam kg atau ton. Volume beban dalam latihan kekuatan adalah produk dari intensitas dan frekuensi beban. Jika atlet berlatih kekuatan (contoh latihan Leg Press) sebanyak 5 set dengan 4 kali ulangan a’ 100 kg, maka volume beban berjumlah 2 ton atau 2000 kg. Artinya, untuk menyelesaikan latihan leg press tersebut atlet telah mengangkat beban sejumlah 2000 kg.

Pada latihan sirkuit kekuatan misalnya, volume beban dapat dihitung berdasarkan jumlah beban yang diangkat/digerakan untuk keseluruhan pos dalam sirkuit, berdasarkan jumlah waktu yang terpakai melakukan sirkuit dan berdasarkan jumlah repetisi atau pengulangan setiap set. Volume menunjukkan jumlah total aktivitas yang dilakukan dalam latihan (Bompa, 1999). Dalam kaitan jumlah waktu berlatih, dikemukakannya bahwa seorang top atlet (elite athlete) dalam 20 besar harus berlatih 1000 jam lebih pertahun, atlet dalam kompetisi internasional berlatih 800 jam pertahun dan untuk tingkat nasional harus berlatih sekitar 400 jam pertahun.

Pada bentuk-bentuk latihan tertentu, volume beban identik dengan frekuensi beban dan kadangkala juga dengan durasi beban. Pada latihan kekuatan lompatan, volume beban melalui jumlah lompatan sebagai jumlah seri atau set dikalikan dengan jumlah ulangan perseri atau perset, maka sekaligus merupakan frekuensi beban. Sebaliknya, bila beban luar divariasikan pada latihan kekuatan maka sulit untuk menentukan volume beban melalui jumlah ulangan atau repetisi. Pada jumlah repetisi yang sama bisa saja terjadi perbedaan yang berarti dalam volume beban. Pada latihan pull-up, sit-up atau latihan keterampilan, maka volume beban dapat dilihat melalui frekuensi.


3. Interval Beban

Interval beban merupakan waktu antara pembebanan yang satu dengan pembebanan berikutnya. Interval beban sering juga diartikan dengan recovery (pemulihan), yaitu waktu istirahat yang diberikan setelah pembebanan. Selain itu, interval juga dapat diartikan dengan waktu istirahat antara hari-hari latihan. Menurut para ahli, interval dalam latihan diperlukan untuk:

a. Menghilangkan kelelahan

b. Melaksanakan proses adaptasi sendiri

c. Proses kompensasi untuk mendapatkan efek latihan positif.

Latihan dengan metode repetisi (Repetition Methods) harus memberikan istirahat yang memungkinkan terjadinya regenerasi organisme secara sempurna, sehingga kegiatan selanjutnya dapat dilakukan dengan intensitas beban yang sama. Pada latihan dengan metode interval, fungsi istirahat di sini adalah untuk melakukan adaptasi yang menentukan efek latihan.

Pada latihan kekuatan maksimal, power dan kecepatan harus diberikan istirahat yang penuh atau hampir penuh (sempurna), karena kelelahan yang terjadi dapat mengakibatkan suatu pengurangan intensitas. Sebaliknya, untuk memperbaiki kemampuan dayatahan (endurance) termasuk dayatahan kekuatan, dianjurkan untuk memberikan istirahat yang tidak penuh atau tidak sempurna. Pengaturan istirahat penuh (sempurna) dan tidak penuh (tidak sempurna) ditentukan berdasarkan frekuensi denyut nadi (heart rate).

Dalam interval training, frekuensi denyut nadi merupakan indikator penentuan istirahat. Istirahat tidak penuh berakhir bila denyut nadi menurun sampai 120-140 kali/menit. Pada kondisi ini rangsangan atau beban yang baru telah dapat diberikan kembali. Interval beban (istirahat) sangat tergantung dari durasi dan intensitas beban. Makin tinggi intensitas beban, maka semakin lama istirahat diberikan. Misalnya dalam latihan memperbaiki kecepatan sprint atau kekuatan maksimal. Pada kedua jenis latihan ini diperlukan istirahat pemulihan (recovery) 3-5 menit.


4. Durasi Beban

Durasi atau lama beban ditandai oleh waktu , di mana dalam waktu tersebut terjadi suatu rangsangan terhadap organisme tubuh. Waktu rangsang bisa berlangsung sangat pendek seperti pada lompat tinggi dan bisa juga berlangsung sangat lama seperti pada lari jarak jauh. Di samping itu, waktu beban juga diartikan dengan waktu yang di dalamnya dapat diberikan beberapa rangsangan, baik dalam bentuk seri/set maupun dalam bentuk pembebanan yang lama. Dalam suatu seri dengan 10 repetisi, mengakibatkan 10 rangsangan gerakan. Sebagai waktu beban di sini bukan ditentukan oleh lama setiap rangsangan gerakan, melainkan oleh seri/set. Begitu juga dalam lari jarak jauh, durasi atau waktu bebannya adalah jumlah waktu keseluruhan yang terpakai untuk jarak yang ditempuh. Dalam hal ini durasi beban identik dengan volume beban.

Durasi atau lama beban tergantung dari materi dan tujuan latihan. Pada latihan dayatahan diperlukan durasi beban minimal 30 menit untuk yang terlatih sehingga dapat mengakibatkan adaptasi yang mencukupi. Menurut Hettinger dalam Letzelter (1978), untuk memperoleh efek latihan bagi pemula pada latihan kekuatan otot statis, maka waktu rangsangnya harus minimal seperempat dari waktu tahanan maksimal. Demikian juga dalam interval training kekuatan, durasi beban tidak melebihi satu menit, karena penyesuaian tidak terjadi selama waktu istirahat.

Pada latihan kecepatan, rangsangan tidak boleh begitu lama supaya intensitas latihan maksimal dapat dipertahankan. Pada nomor sprint hal ini berarti bahwa jarak lari sprint tidak boleh melebihi 60-70 meter, karena di atas 70 meter terjadi penurunan kecepatan lari (Letzelter,1978). Hal yang sama juga berlaku untuk latihan koordinasi. Latihan koordinasi dalam keadaan lelah tidak menghasilkan efek training yang berarti. Oleh karena itu durasi beban pada latihan memperbaiki frekuensi gerakan tidak begitu lama. Latihan harus dihentikan bila terjadi penurunan frekuensi gerakan. Hal ini memang sulit untuk diketahui dan menuntut suatu pengamatan yang jeli dari pelatih.


5. Frekuensi Beban

Frekuensi beban dalam Bompa (1999) disebutnya dengan frequence of performance (density). Frekuensi beban dapat diartikan dengan pengulangan atau repetisi beban baik repetisi setiap pelaksanaan latihan maupun repetisi latihan per unit latihan, perhari dan perminggu dan seterusnya. Dalam kaitan ini frekuensi beban dapat juga berarti frekuensi latihan.

Pada pembebanan yang kontinyu seperti pada lari jarak jauh terdapat jumlah rangsangan tunggal (satu rangsangan), maka frekuensi beban juga tunggal, karena tidak ada pengulangan beban dalam unit latihan tersebut. Pada pembebanan dengan karakteristik interval, frekuensi beban ditentukan oleh jumlah repetisi atau jumlah seri/set. Apabila dalam latihan kekuatan dilakukan 5 set “Benc Press” dengan 6 repetisi, maka frekuensi beban berjumlah seluruhnya 30 repetisi. Pada interval training untuk memperbaiki dayatahan lari, jumlah repetisi juga merupakan kriteria frekuensi, walaupun rangsangan yang banyak akan efekif pada setiap lari.

Frekuensi beban tergantung dari intensitas, durasi dan interval beban. Artinya, semakin tinggi intensitas, maka makin kecil jumlah repetisi dan semakin panjang durasi beban semakin kecil frekuensi beban. Semakin cepat urutan beban satu sama lain, maka semakin cepat pula timbul kelelahan yang memaksa berhentinya latihan. Dengan kata lain, frekuensi beban dalam latihan kekuatan maksimal dan latihan kecepatan lebih kecil dibanding dalam latihan dayatahan yang frekuensi rangsangnya besar.

Sedangkan frekuensi latihan ditentukan oleh jumlah satuan latihan dalam seminggu. Semakin baik kemampuan prestasi atlet, maka frekuensi latihan juga semakin ditingkatkan. Berkaitan dengan ini Bompa (1999) mengemukakan bahwa untuk top atlet diperlukan minimal 8 – 12 unit latihan perminggu, sedangkan menurut Letzelter (1978) seharusnya sampai 15 unit latihan perminggu.


D. Kepustakaan


Bompa, Tudor O. Theory and Methodology of Training, Dubuque Iowa: Kendal/Hunt Publishing Company, 1983.

Bompa, Tudor O. Periodization, Theory and Methodology of Trainig. Fourth Edition. York University: Kendal/Hunt Publishing Company, 1999.

Jonath, Ulrich and Krempel, Rolf . Konditionstraining. Hamburg: Rowohlt Taschenbuch Verlag GmbH, 1981.

Latzelter, Manfred. Trainingsgrundlagen. Hamburg: Rowohlt Taschenbuch Verlag GmbH, 1978.

Martin, Dietrich . Grundlagen der Trainigslehre. Schorndorf: Sport Verlag, 1977.

Rothig, Peter. (ed.). Sportwissenschaftliches Lexikon. Schorndorf: Verlag Karl Hofmann, 1983.

Rothig, Peter & Grossing, Stefan. Trainingslehre. Bad Homburg: Limpert Verlag GmbH, 1985.

SILABUS MATA KULIAH

A. Identitas Mata Kuliah

Nama Mata Kuliah : Teori Ilmu Kepelatihan

Kade Mata Kuliah : PORN 24131

Jumlah SKS : 2 (dua)

Dosen Penanggung Jawab : Prof. Dr. Syafrudin, M.Pd

B. Deskripsi Matakuliah

Matakuliah ini membahas isu‑isu yang berkaitan dengan masalah‑masalah yang esensial dalam pelatihan olahraga tanding (terutama bagi atlet‑atlet elit), khususnya isu‑isu yang hingga kini masih sering di di alami oleh pelatih. Pembahasan dikonsentrasikan pada: (a) Falsafah, tugas, dan peran pelatih, (b) prinsip-prinsip pelatihan yang berlaku secara universal, (c) metodologi implementasi prinsip-prinsip tsb. dalam praktek.

C. Sasaran Matakuliah

Setelah mengikuti matakuliah ini, mahasiswa diharapkan sudah‑faham mengenai prinsip‑prinsip latihan serta metodologi penerapannya di lapangan. Demikian pula mengenai teori melatih kondisi fisik serta metodologi penerapannya pada atlet berbagai cabang olahraga, yang meliputi unsur‑unsur fisik seperti daya tahan, stamina, kekuatan, power, daya tahan kekuatan, kelentukan, agilitas, kecepatan, dll.

D. Kepustakaan


Buku‑buku wajib

Bompa, Tudor 0., 1993, Periodization of Strength, Veritas Publishing Inc., Toronto, Ont., Canada.

‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑ 1994, Theory and Metodology of Training, Kendal/Hunt Publishing Company, Dubuque, Iowa.

Rushall, Brent S., dan Pyke, Frank S,, 1990, Training for Sports and Fitness, The Macmillan Company of Australia, PTY, Ltd.

Fuoss, Donald E., dan Troppmann, Robert J., 198 1, Effective Coaching, John Wiley & Sons, New York.

Harsono, 1988, Coaching dan Aspek‑Aspek Psikologis dalam Coaching, C. V, Tambak Kusuma, Jakarta.

‑‑‑‑‑‑‑‑‑‑ 200 1, Latihan Kondisi Fisik, Diktat, FPOK‑UPI Bandung.

Bacaan lainnya

Harre, Dietrich, 1982, Principles of Sports Training, , Sportverlag, Berlin.

Neumann, Georg, Pfutzner, Amd; dan Berbalk, Anneliese, 2000, Vuccessful Endurance Training, 2000 by Meyer & Meyer Sport (UK) Ltd., Oxford.

Frank S. Pyke (Ed.), 1991, Better Coaching , Australian Coaching Council Incorporated, Australia.

Martin, Garry L., dan Lumsden, Jody A., 1987, Coaching, an Effective Behavioral Approach, Times Mirror/Mosby College Publishing, St. Louis, Toronto,

Pate, Russel R.; Me Clenaghan, Bruce; dan Rotella, Robert, 1984, Vcientiftc Foundations of Coaching, Saunders College Publishing, New York.


E. Materi Perkuliahan

Pertemuan

Pokok Bahasan

Sub pokok bahasan

1

Melatih sebagai profesi

Falsafah pelatih, tugas dan peran pelatih,
Ilmu dan seni melatih

2

Prinsip-Prinsip Pelatihan

Batasan training, Irama latihan, sistim multilateral, variasi latihan.

3

Kondisi Fisik Atlet

Dayatahan (Endurance) power endurance, speed endurance, strength endurance.

4

sda

Kekuatan (Strength) maksimum. Isotonik, isometric, isokinetik

5

sda

Kecepatan (Speed) reaksi, aksi.

6

sda

Kelincahan (Agility)

7

sda

Kelenturan (Fleksibilitas) static, dinamic, pasif, PNF.

8

UJIAN TENGAH SEMESTER

9

Kondisi Fisik Atlet

Power (Kekuatan dan Kecepatan) pliometrik

10

sda

Koordinasi Intra, inter.

11

Metode Latihan

Metode Interval Intensif dan Ekstensif,

12

sda

Metode Kontiniu, Durasi,

13

sda

Metode Piramid (latihan Beban)

14

sda

Teknik, taktik, strategi.

15

sda

Warming UP dan Colling Down

16

sda

Program Latihan Panjang, menengah, pendek

17

UJIAN AKHIR SEMESTER

F. Ketentuan Penilaian


Kehadiran = 20%, Partisipasi = 10%, Tugas = 30%,Ujian = 40%, dengan total 100%. Mahasiswa yang kehadiranya kurang dari 80 % atau minimal tidak hadir lebih dari 2 kali tatap muka di anggap mengundurkan diri dari mata kuliah yang bersangkutan, kecuali berhalangan dengan di sertai surat keterangan dari orang tua atau dokter.


G. Norma Penilaian

Nilai 95-80 = A

Nilai 80-60 = B

Nilai 60-40 = C

Nilai 40-20 = D

Nilai 20-00 = E